Thursday, November 19, 2015

[Pandangan Hidup] Nilai-Nilai Pancasila Dalam Era Modernitas Di Indonesia

Sumber Gambar https://twitter.com/yunaidijoepoet
Oleh : 
Tri Ilham Wicaksono - 12/333856/TK/40198 
Teknik Elektro
Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
2015

Bangsa Indonesia berdiri mendiami wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang hidup berlandaskan ideologi Pancasila mengarungi kehidupan berbangsa dan bernegara sejak proklamasi 17 Agustus 1945, jaman penjajahan, era orde lama, orde baru, reformasi hingga hari ini Republik Indonesia masih kokoh berdiri dengan ideologi yang tak terganti, Pancasila. Kekuatan Tuhan Yang Maha Esa dengan menjalankan asas kemanusiaan yang adil dan beradab menjadikan bangsa Indonesia tetap bersatu dalam kerakyatan yang dipimpin dari rakyat untuk menuju keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia telah menjadi keutuhan dan kesejahteraan rakyat Indonesia dengan ideologi yang ada dan akan tetap ada, Pancasila.
Kemajuan ilmu teknologi dikenal dan menjadi kebutuhan serta bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia untuk mempermudah aktivitas kerja semua kalangan masyarakat. Ilmu dan teknologi maju yang sering bersumber dan berawal dari dunia belahan Barat menyebabkan masyarakat Indonesia silau akan kemegahan era teknologi sehingga kebanyakan masyarakat Indonesia lupa akan satu hal penting dari ideologi bangsa Indonesia, Pancasila. Dianggap sudah kuno dan tidak update terhadap dinamika dan perkembangan jaman, Pancasila mulai dilupakan oleh golongan masyarakat yang merumuskan Pancasila itu sendiri, bangsa Indonesia. Jika keadaan ini tidak segera diatasi, maka akan datang suatu masa Pancasila tidak lebih diingat dari susunan letak keyboard qwerty oleh cucu-cucu masyarakat Indonesia, generasi turunan para pemikir dan perumus Pancasila.
Menurut Widjojo Nitisastro, istilah penggunaan modernisasi adalah transformasi atau perubahan total dari kehidupan tradisional dan organisasi sosial menuju ke arah pola-pola ekonomis dan politis (Hatya, 2014) [1]. Sedangkan menurut Koentjaraningrat, modernisasi adalah usaha manusia untuk hidup sesuai dengan zamannya dan konstelasi dunia masa kini (Hatya, 2014) [1]. Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa modernisasi adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk hidup dengan cara transformasi dan perubahan total dari kehidupan lampau menuju kehidupan di era sekarang dengan menyesuaikan terhadap perkembangan jaman.
“Nilai-nilai Pancasila secara kontekstual telah berkembang dari pertama kali Pancasila dirumuskan. Pertama kali Pancasila dirumuskan dalam  sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 oleh Muhammad Yamin yang kemudian di rumuskan kembali pada tanggal 1 Juni 1945 oleh Soekarno yang ditetapkan sebagai hari kelahiran Pancasila. Sehingga pada akhirnya tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan Pancasila secara utuh dengan menggunakan konteks sila yang sesuai hingga sekarang dan tercantum pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” (Asshiddiqie, 2011: 2-3) [2].
“Khusus mengenai nama Pancasila, memang harus diakui bahwa istilah Pancasila itu sendiri sebagai nama bagi kelima sila tersebut tidak secara eksplisit tercantum atau ditentukan dalam pasal-pasal UUD 1945, istilah Pancasila itu sendiri diterima sebagai nama bagi kelima sila itu atas usul Soekarno dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945” (Asshiddiqie, 2011: 4) [2]. Dari hasil paparan para ahli dapat disimpulkan bahwa memang secara kontekstual Pancasila telah terbentuk sebagai konteks akhir dari rumusan-rumusan yang telah ditetapkan oleh para pendiri bangsa Indonesia. Namun, dilihat dari sejarah perkembangan sila pertama, nampak bahwa sebenarnya implementasi Pancasila dapat diubah dan menyesuaikan dengan perkembangan jaman sebagaimana sila pertama yang dapat diubah konteksnya menjadi sila pertama yang ada hingga sekarang. Sehingga secara teoritis nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan modernitas sebenarnya sangat cocok untuk diterapkan dan diimplementasikan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Namun pada hakikatnya, kenyataan yang ada di lapangan menunjukkan persepsi yang berbeda terhadap implementasi Pancasila.
“Implementasi Pancasila dan UUD 1945 berisi haluan-haluan bagi kebijakan-kebijakan pemerintahan negara (state policies) dalam garis besar dengan tingkat abstraksi perumusan nilai dan norma yang bersifat umum dan belum operasional. Terbentuknya nilai-nilai dan ide-ide yang terkandung di dalam haluan negara dalam rumusan Pancasila dan UUD 1945 dilakukan oleh dan melalui lembaga permusyawaratan rakyat, sedangkan upaya untuk mengawal dalam praktik, agar nilai-nilai dan ide-ide yang terkandung di dalam Pancasila dan UUD 1945 sungguh-sungguh diwujudkan dalam praktik bernegara dilakukan oleh lembaga peradilan konstitusi. Dengan kata lain, fungsi ‘state policy making’ berupa Pancasila dan UUD. Dengan perkataan lain, agenda nasional yang berkaitan dengan Pancasila dan UUD 1945, harus lah diletakkan dalam tiga konteks fungsi kekuasaan (trias politika), yaitu (i) fungsi perumusan nilai dan pembentukannya menjadi sistem norma dalam kehidupan bernegara dilakukan oleh MPR sebagai lembaga perwakilan dan permusyawaratan; (ii) fungsi pelaksanaan, pengamalan, pemasyarakatan, dan pembudayaan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan tanggungjawab cabang kekuasaan pemerintahan negara yang dipimpin oleh Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan; dan (iii) fungsi pengawasan oleh lembaga peradilan, baik (a) karena terjadi pelanggaran dalam elaborasi normanya, atau pun (b) karena terjadi pelanggaran dalam penerapan norma atau kaedah hukumnya dalam praktik.” (Asshiddiqie, 2011) [2].
Seperti paparan ahli, dalam peraturan di Indonesia, implementasi dapat dilakukan dan bersifat umum. Sehingga nilai-nilai Pancasila tidak terkekang oleh konteks Pancasila itu sendiri, melainkan dapat diubah menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Perubahan implementasi Pancasila harus dikawal oleh lembaga permusyawaratan rakyat yang dalam prakteknya harus dilakukan dengan sungguh-sungguh agar implementasi tidak melebar dan salah arah dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Gerakan untuk merevitalisasi Pancasila saat ini semakin menunjukkan gejala yang menggembirakan. Forum-forum ilmiah di berbagai tempat telah diselenggarakan baik oleh masyarakat umum maupun kalangan akademisi. Tidak terkecuali lembaga negara yaitu MPR mencanangkan empat pilar berbangsa yang salah satunya adalah Pancasila.” (Santoso, 2012: ii) [3]. Aspek pengkajian Pancasila dan implementasinya sudah dilakukan secara berkala oleh para akademisi sehingga dari segi teoritis sebenarnya tidak terdapat masalah dari nilai-nilai Pancasila. Aspek modernitas yang sering dijadikan masalah dan tidak sesuai dengan Pancasila harus dikaji lebih mendalam agar dapat diketahui letak kesalahan yang menjadikan Pancasila tidak cocok oleh modernitas.
Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila karena   nilai-nilai   yang   terkandung   di   dalamnya   merupakan   kenyataan-kenyataan (materil, formal, dan fungsional) yang ada dalam masyarakat Indonesia.” (Santoso, 2012: v) [3]. Dari paparan ahli, sesuai dengan rumusan para pendiri bangsa Indonesia, Pancasila dibentuk dan dirumuskan berdasarkan kebudayaan asli bangsa Indonesia sebelum penjajahan. Secara logis, Pancasila sudah ada dalam kegiatan sehari-hari bangsa Indonesia sejak jaman dahulu sehingga Pancasila tidak akan menjadi hambatan dalam perkembangan bangsa Indonesia. Pancasila seperti naluri yang telah ada dalam benak setiap bangsa Indonesia sehingga dapat disimpulkan bahwa modernitas yang dikatakan tidak cocok pada Pancasila adalah salah dan harus dilakukan analisis terhadap modernitas di era milenium ini.
Jika seluruh warga bangsa taat asas pada nilai-nilai instrumental, taat pada semua peraturan perundang-undangan yang betul-betul merupakan penjabaran dari nilai dasar Pancasila, maka sesungguhnya nilai praktis Pancasila telah wujud pada amaliyah setiap warga” (Santoso, 2012: vii) [3]. Sehingga implementasi Pancasila benar-benar cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia. Tidak ada perbedaan atau kontradiksi yang menyebabkan muncul alasan bahwa Pancasila harus diubah dengan ideologi lain atau Pancasila sudah kuno sehingga tidak cocok untuk perubahan jaman modern.
Sejarah implementasi Pancasila dapat dilihat kembali pada era reformasi. “Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana Negara, dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik” (Kaelan, 2000: 245) [4]. Implementasi Pancasila di Indonesia sangat disayangkan belum bisa mengimbangi terhadap kemajuan jaman dan teknologi yang terus berkembang. Implementasi Pancasila yang terkesan kaku malah menjadi bumerang dan bisa dimanfaatkan sebagai alat perusak bangsa Indonesia dengan cara legitimasi politik untuk melakukan tindakan-tindakan yang melanggar sila-sila Pancasila itu sendiri. Hal ini sangat disayangkan mengingat isi dan nilai-nilai Pancasila sangat luhur dan sudah mencakup semua aspek kehidupan dalam berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Kehidupan modern-pun mengembangkan nilai dan norma tertentu yang dimanfaatkan sebagai acuan bersikap dan bertingkah laku manusia. Di era globalisasi, hubungan antar bangsa demikian erat, maka untuk membangun masyarakat modern harus membuka diri agar tidak tertinggal oleh kemajuan bangsa-bangsa lain” (LPPKB, 2011) [5]. Keterbukaan bangsa Indonesia terhadap budaya negara lain selain di Indonesia sangat diperlukan untuk menanggulangi ketidakcocokan Pancasila terhadap modernitas dunia. Pancasila yang selalu dianggap kuno oleh sebagian orang sebenarnya hanya perlu dilakukan implementasi dengan cara membuka diri dengan modernitas negara lain. Keterbukaan ini sangat perlu dilakukan karena Indonesia dalam berbangsa dan bernegara tidak bisa hidup sendiri. Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang bisa hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan negara lain. Interaksi ini bisa berkaitan dalam aspek sosial humaniora, transaksi ekonomi, imigrasi yang semua hal tersebut tidak mungkin dilakukan tanpa keterbukaan dari segala informasi yang ada di negara lain. Pancasila dengan kedudukan modernitas perlu dilakukan kajian dan dikaji oleh bangsa lain dengan membandingkan ideologi mereka dengan Pancasila. Keterbukaan dalam pengkajian antar ideologi ini diharapkan dapat menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang teruji dengan ideologi yang lain. Implementasi Pancasila yang mengacu dengan modernitas dapat dilakukan dengan cara melihat implementasi ideologi negara lain dengan ideologi mereka.
Pembandingan ideologi antar negara bisa dilakukan dengan mengetahui batas-batas ideologi yang tidak boleh dilewati secara kontekstual. Ideologi Pancasila sangat berbeda dengan ideologi negara lain yang kebanyakan menggunakan ideologi Kapitalisme dan Komunisme. Implementasi modernitas pada Pancasila dapat mengacu pada ideologi tersebut selama implementasi Pancasila tidak bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Memang perlu diakui bahwa modernitas Pancasila jika dibandingkan dengan Kapitalisme dan Komunisme sangat jauh tertinggal karena ideologi tersebut sudah lebih dahulu diterapkan dibandingkan dengan Pancasila.
Selain dengan perbandingan ideologi antar negara yang dapat meningkatkan implementasi modernitas di Indonesia, analisis kebudayaan antar negara yang melatarbelakangi terjadinya ideologi bangsa tersebut juga harus dilakukan. Kebudayaan sebagai bagian dari munculnya ideologi suatu bangsa sangat berkaitan dan berdampak pada ideologi dan implementasi ideologi tersebut. Budaya bangsa Indonesia yang lebih kepada budaya bangsa timur sangat berbeda pada budaya bangsa barat yang cenderung menggunakan Kapitalisme. Budaya barat yang lebih bebas dalam menerima segala hal yang berkaitan dengan kehidupan modern juga memiliki kelemahan masyarakat barat menjadi tidak harmonis dalam kehidupan sehari-hari. Terlihat dari banyaknya pelacuran, perceraian rumah tangga, anak yang ditinggal dan tidak mengenal orang tua merupakan beberapa contoh dari ideologi yang menerima modernitas terlalu berlebihan. Modernitas yang berlebihan ini dapat berdampak besar pada psikologis yang tidak sehat antar masyarakat yang menerima ideologi tersebut
Jika melihat dari ideologi Komunisme yang ada pada negara-negara lain, dapat dilakukan analisis modernitas Komunisme. Ideologi komunis biasanya terdapat pada negara-negara Asia yang menganut budaya untuk sangat taat kepada pemerintah. Biasanya terjadi pada budaya negara Tiongkok saat masyarakat harus taat penuh terhadap keputusan pemerintah. Modernitas pada ideologi ini sangat tidak cocok bahkan ditolak oleh bangsa mereka sendiri karena pada aspek modernitas diperlukan keterbukaan terhadap arus budaya baru yang muncul seiring perkembangan jaman.
Pancasila di Indonesia melihat ideologi-ideologi yang sudah ada dengan perkembangan modernitas yang terjadi di dunia dapat disimpulkan agar bisa mengambil kelebihan dari setiap ideologi yang ada di dunia dengan mengurangi kelemahan dan tidak melihat kekurangan ideologi lain. “Kapitalisme menurut Adam Smith adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan-kepentingan pribadi.” (Sofyan, 2014) [6].  Kelebihan implementasi ideologi Kapitalisme bisa diterapkan di Indonesia dengan cara melakukan modernitas pada implementasi Pancasila dengan tidak meninggalkan budaya-budaya bangsa Indonesia. Kelebihan dari implementasi Kapitalisme jika bisa diterapkan dengan baik akan menyebabkan percepatan pembangunan Indonesia karena keterbukaan Kapitalisme sangat cocok pada aspek pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Namun, kekurangan yang ada pada ideologi Kapitalisme tidak boleh diserap dan diterapkan di Indonesia. Pancasila sesuai dengan modernitas Indonesia tidak akan menjadikan masyarakat Indonesia menjadi acuh dan melakukan sesuatu terlalu bebas (seperti pelacuran, homoseksual, dan lain lain). Jika keadaan yang menyebabkan Indonesia bisa masuk pada pusaran keburukan modernitas disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat akan budaya kehidupan bangsa Indonesia secara luhur. Hal ini biasanya terjadi pada keluarga modern baru yang bekerja siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan keluarganya tanpa memberikan pengajaran dan contoh kepada anak-anaknya. Sehingga generasi milenium yang sudah terkontaminasi pada budaya modernitas yang sangat kental dapat menjadi bumerang bagi eksistensi Pancasila.
“Komunisme adalah sebagai sebuah ideologi yang tidak mengakui kepemilikan pribadi ataupun segelintir golongan atas faktor produksi.” (Putra, 2014) [7]. Kelebihan dari ideologi Komunisme jika diterapkan di Indonesia juga sangat cocok dalam tema modernitas Indonesia. Kelebihan budaya komunisme adalah tertutup terhadap segala sesuatu yang baru yang dapat menyebabkan perubahan ideologi. Hal ini sangat cocok jika dikombinasikan dengan budaya Indonesia untuk memberikan perlindungan terhadap keburukan modernitas yang dapat berakibat rusaknya moral dari masyarakat Indonesia terutama generasi muda Indonesia.
Namun, kekurangan pada ideologi Komunisme hendaknya dapat di antisipasi karena dapat menyebabkan Indonesia terlalu tertutup pada budaya luar. Jika keadaan tersebut terjadi maka Indonesia akan mengalami perlambatan ekonomi, yaitu keadaan masyarakat Indonesia yang terlalu fokus pada budaya bangsa Indonesia sendiri dan tidak bisa mengambil budaya dari negara lain yang dapat berakibat pada perlambatan pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia. Jika aspek ekonomi tidak tercapai dan lambat tumbuh, akan mempengaruhi pada aspek kehidupan bangsa Indonesia yang lain yaitu dapat menjadikan Indonesia kisruh akibat sektor ekonomi yang tidak terpenuhi. Hal ini dikarenakan semua negara di dunia pasti membutuhkan aspek ekonomi yang baik agar kehidupan bermasyarakat dapat berjalan dengan lancar dan tidak mengganggu aspek sosial humaniora dan ketahanan serta keamanan nasional.
Implementasi Pancasila di Indonesia terkandung pada modernitas yang terus berkembang pada akhirnya harus memiliki identitas sendiri sebagai pembeda dengan ideologi negara lain. Identitas Pancasila sebagai bagian dari budaya timur yang memiliki ciri khas masyarakat Indonesia harus terus ditegakkan dan dijunjung tinggi sebagai inti utama dari Pancasila itu sendiri. Kontekstual Pancasila yang tidak bisa diubah menunjukkan kedigdayaan dan kekuatan Pancasila sebagai bagian tak terpisahkan dan tidak berganti dari ideologi Indonesia. Implementasi Pancasila yang bisa berganti dan menyesuaikan perkembangan jaman merupakan bagian terpenting dari Pancasila. Pengembangan dan kemajuan Indonesia sangat penting dan memerlukan keterbukaan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia sehingga kebudayaan Indonesia diharapkan dapat bercampur tanpa menghilangkan identitas masing-masing budaya. Kemajuan ilmu teknologi diharapkan dapat berkembang dan membantu kemajuan Indonesia karena kemajuan dan kemandirian Indonesia merupakan cita-cita tersirat dari rumusan Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa Indonesia.
Paham sebagian masyarakat Indonesia tentang modernitas yang dipandang sebagai bagian yang selalu unggul dan harus diterima secara utuh oleh semua masyarakat Indonesia harus dihilangkan dan dikurangi dari diri masyarakat Indonesia itu sendiri. Karena keunggulan semu modernitas  yang diidam-idamkan oleh semua kalangan sebenarnya tidak bisa tercapai tanpa adanya Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia jika masyarakat Indonesia benar-benar menginginkan kehidupan Indonesia yang luhur secara utuh dan sempurna. Efek dari modernitas yang tidak tepat akan mengakibatkan kehidupan bermasyarakat yang sebenarnya tidak akan diinginkan oleh semua masyarakat Indonesia. Era teknologi memang tidak bisa ditolak akan masuk dalam semua negara di dunia, namun kehidupan modernitas dalam nilai-nilai Pancasila yang diinginkan dan menjadi visi oleh para pendiri dan perumus Pancasila adalah kehidupan modernitas yang bersinergi dan memaksimalkan nilai-nilai Pancasila untuk kemajuan semua aspek kehidupan bangsa Indonesia agar negara Indonesia dapat berdikari dan mandiri dalam mengarungi kehidupan berbangsa dan bernegara.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Hatya, Dili. 2014. Pengertian Modernisasi Menurut Para Ahli. http://dilihatya.com/1834/
pengertian-modernisasi-menurut-para-ahli. Diakses tanggal : 10 Juni 2015 11.21 WIB
[2] Asshiddiqie, Jimly. 2011. Membudayakan Nilai-Nilai Pancasila dan Kaedah-Kaedah Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Surabaya : Jurnal Kongres Pancasila III
[3] Santoso, Djoko. 2013. Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI)
[4] Kaelan. 2000. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma.
[5] LPPKB. 2011. Buku Pancasila. Jakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara (LPPKB)
[6] Sofyan. 2014. Apa Itu Kapitalisme,Kapitalis Baik Pengertian Dan Ciri-Cirinya. http://softjan.blogspot.com/2014/03/apa-itu-kapitalisekapitalis-baik.html. Diakses tanggal : 10 Juni 2015 18.41 WIB
[7] Putra. 2014. Komunisme Menurut Para Ahli. http://putraalorblogspot.blogspot.com/2014/07/
komunisme-menurut-para-ahli.html. Diakses tanggal : 10 Juni 2015 18.42 WIB

∞ ∞ ∞ ∞ ∞

[DAHSYAT] Beasiswa DataPrint Bagi-bagi Beasiswa Bagi 500 Pelajar & Mahasiswa!

Program beasiswa DataPrint telah memasuki tahun kelima. Program yang ditujukan bagi pelajar dan mahasiswa pengguna produk DataPrint ini telah membantu kelancaran pendidikan bagi ribuan pengguna DataPrint. Beasiswa yang diberikan berkisar dari Rp 250 ribu, Rp 500 ribu dan Rp 1 juta. Di tahun 2015, sebanyak 500 orang akan menjadi penerima beasiswa.

Kemudahan dalam pendaftaran dan bebas biaya registrasi menjadi faktor penarik bagi pencari beasiswa. Pengguna DataPrint tidak hanya dapat memanfaatkan produk tinta dan kertas namun juga langsung dapat mendaftar di program beasiswa. Tidak ada pemberlakuan kuota berdasarkan asal daerah dan sekolah/perguruan tinggi. Jadi, setiap pendaftar memiliki peluang yang sama untuk terseleksi sebagai penerima beasiswa. Aspek penilaian berdasarkan essay, prestasi dan keaktifan. Untuk menambah poin penilaian, peserta diharapkan membagi info mengenai program beasiswa DataPrint melalui tulisan di blog, forum atau status pada media sosial yang dimiliki.

Pendaftaran dibagi dua periode, sebagai berikut:
Pendaftaran periode 1    : 10 Februari – 30 Juni 2015
Pengumuman                : 10 Juli 2015

Pendaftaran periode 2     : 1 Juli – 25 Desember 2015
Pengumuman                : 13 Januari 2016



Info lengkap dan pendaftaran beasiswa DataPrint, klik www.beasiswadataprint.com

[ISLAM] Jenis-jenis Penyakit

asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin -rahimahullah- berkata :
“Kata  المَرْضَى (al-mardhaa) adalah bentuk jamak dari kata  مَرِيْضٌ (mariidhun) dan المَرَضُ (al-marodh), yang bermakna dalam keadaan sakit/berpenyakit. Penyakit ini terbagi menjadi 2 jenis : penyakit badan dan penyakit hati.
Penyakit badan adalah : apa-apa yang menimpa badan dari gangguan-gangguan yang mengeluarkannya dari keadaan normal secara tabi’at. Ini adalah perkara yang ringan jika dibandingkan dengan jenis yang kedua, yaitu penyakit hati yang bermakna : segala sesuatu yang menyebabkan penyimpangan kalbu, wal ‘iyadzu billah.
Sebab penyakit hati ini ada 2 perkara : syubhat (kerancuan) dan syahwat.
Syubhat menjangkiti hati.. dengan cara menyamarkan antara kebenaran dan kebatilan padanya, sehingga ia tidak mampu membedakan (antara keduanya -ed). Maka terkadang ia melihat kebenaran sebagai kebatilan dan melihat kebatilan sebagai kebenaran, wal ‘iyadzu billah.
Adapun syahwat yang dimaksud adalah buruknya keinginan, yaitu seseorang menginginkan sesuatu yang menyelisihi apa yang diinginkan Allah darinya. Allah ta’ala menginginkan agar kita beribadah kepadaNya, tetapi pada orang tersebut terdapat suatu keinginan di hatinya yang menyimpang dan menyelisihi dari apa yang diinginkan Allah dari perkara tersebut. Penyakit ini adalah penyakit yang berbahaya, dan bisa merusak urusan dunia dan akhirat seseorang.
Allah ta’ala berfirman :
{ظهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ}
{Telah nampak kerusakan di darat dan di laut, disebabkan karena ulah tangan manusia} (ar-Rum : 41)
Allah juga berfirman :
{وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرض بَعْدَ إِصْلاحِهَا}
{Janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi setelah perbaikannya}. (al-A’raf : 56)
Para ulama’ berkata : yang dimaksud adalah dengan berbagai kemaksiatan, karena kemaksiatan adalah sebab kerusakan.
Berbagai kemaksiatan ini hanyalah datang dari penyakit-penyakit hati.. dan segala sesuatu yang menggelisahkan seorang mukmin adalah hal ini, yaitu penyakit hati.
Lalu apa obatnya…
Obatnya tergantung dari sebab penyakitnya. Jika sebabnya adalah syubhat, maka obatnya adalah ilmu yang ditemui dari kitabullah dan sunnah Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wa salam-. Setiap kali bertambah ilmu seseorang, maka akan hilang darinya syubhat-syubhat dan hatinya akan mendapatkan cahaya. Maka ia dapat membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Hal ini bisa didapatkan dengan mempelajari ilmu dan menjumpainya (di sisi para ulama -ed), atau bisa jadi dengan cahaya (petunjuk) yang Allah subhanahu wa ta’ala masukkan pada hati seseorang.
Terkadang seseorang mencocoki kebenaran padahal ia tidak mempelajari ilmu… Contohnya adalah apa yang terjadi pada Umar bin al-Khaththab -radhiyallahu ‘anhu- ketika mencocoki kebenaran dalam berbagai permasalahan. Termasuk juga, apa yang Allah ta’ala jadikan pada hati seseorang terkadang berupa firasat yang dengannya ia dapat membedakan antara sesuatu yang bermanfaat dan yang bermadharat.
Maka inilah obat dari syubhat, yaitu ilmu, mempelajarinya, menyebarkannya, dan dakwah kepada Allah.
Adapun sebab yang kedua yaitu syahwat, ketika seseorang menginginkan sesuatu yang tidak diinginkan Allah dari suatu perkara. Maka obatnya adalah berdoa dengan sepenuh hati kepada Allah ta’ala, kembali kepada-Nya, dan diikuti dengan doa kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar memalingkan hatimu menuju ketaatan kepada-Nya.
Sebagaimana Nabi -‘alaihi ash-shalatu was salam- bersabda :
“Tidaklah ada hati dari hati-hati anak keturunan Adam (manusia) kecuali berada diantara dua jari dari jari-jemari ar-Rahman (Allah ta’ala). Jika Ia berkendak, maka akan disesatkan oleh-Nya. Dan jika Ia berkehendak maka akan diberi hidayah oleh-Nya Azza wa jalla.”
kemudian beliau -shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
” اللَّهم مُصرِّف القُلوب صرِّف قُلوبنا إلَى طَاعَتِك “
“Wahai Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati-hati kami menuju ketaatan kepada-Mu.”
Maka sebab yang kedua ini obatnya adalah berdoa dengan sepenuh hati kepada Allah, kembali kepada-Nya, dan keinginan yang baik. Dengan perkara ini akan menyembuhkan hati dari penyakit tersebut.
Tetapi jika masih tersisa dosa-dosa dan menumpuk pada hatinya dosa demi dosa, maka terkadang hal itu bisa menutupi hati, -wal ‘iyadzu billah-  sehingga ia tidak mampu melihat kebenaran.
Perhatikanlah firman Allah ta’ala berikut ini :
{ وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا قَالُواْ قَدْ سَمِعْنَا لَوْ نَشَاء لَقُلْنَا مِثْلَ هَذَا إِنْ هَذَا إِلاَّ أَسَاطِيرُ الأَوَّلِينَ }
{Jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata: sungguh kami telah mendengarnya, kalau kami mau sungguh kami akan mengatakan perkataan yang semisal ini. Tidaklah perkataan ini melainkan hanya dongeng-dongeng orang terdahulu.} (al-Anfal : 31)
Bagaimana mungkin kebenaran yang agung ini tersamarkan oleh penyakit tersebut…
Ayat-ayat yang jelas, gamblang, lagi agung ini jika dibacakan kepadanya, maka ia katakan bahwa ayat tersebut hanyalah berasal dari dongeng-dongeng orang terdahulu..
Ia tidak mampu membedakan hal yang bermanfaat dari kebaikan, tidak pula dari kejujuran maupun keadilan. Tetapi ia justru mengatakan bahwa ayat tersebut adalah dongengnya orang-orang terdahulu…
Allah membantahnya dengan berfirman : {sekali-kali tidak}, yakni ayat tersebut bukanlah dongeng orang-orang terdahulu. Akan tetapi apa yang mereka sangka itu telah menghiasi hati-hati mereka, sehingga mereka tidak mampu melihat kebenaran.
Kebanyakan manusia pada hari ini lebih perhatian terhadap penyakit jenis yang pertama yaitu penyakit badan. Mereka memperhatikannya dengan cara mencegah dan mengobatinya.
Maka engkau mendapati mereka mengambil penghalang-penghalang yang banyak untuk mencegahnya, dan mereka memperingatkan manusia dari sebab-sebab penyakit tersebut. Jika penyakit ini menimpa mereka, maka mereka sangat bersemangat untuk menghilangkannya.
Sebenarnya mereka tidaklah dicela karena perbuatan ini, bahkan mereka diperintahkan dengan perkara tersebut (mengobati penyakit badan). Akan tetapi (yang dicela -ed) adalah mereka lebih mengutamakannya dibanding dengan mengobati hati. Jika penyakit-penyakit hati ini ditimpakan sebagai ujian, engkau dapati seseorang yang hatinya sakit misalkan, ia tidak mampu mengetahui kebenaran dan tidak mampu mendapatkan cahaya kebenaran akan tetapi ia juga tidak berupaya mencari kesembuhan dari penyakit ini.
Namun, jika menimpanya penyakit pilek (flu) biasa, yang ia tahu bahwa penyakit tersebut hanya sebentar dan akan segera berlalu (jika Allah menghendaki -ed), maka ia pergi mengetuk pintu seluruh dokter dengan harapan ia dapat menyembuhkan penyakit ini.
Ini adalah musibah yang menimpa kaum muslimin pada hari ini, hingga menjadikan perilaku mereka seperti perilaku orang-orang kafir yang lebih mengutamakan kehidupan dunia dan lalai dari kehidupan akhirat, kecuali siapa yang dijaga oleh Allah azza wa jalla”.
———————-
Sumber :
http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=41679&goto=newpost
telah di koreksi : team redaksi salafy.or.id

[ISLAM] Kesuksesan Hakiki

Kesuksesan sesungguhnya adalah jika seseorang masuk Jannah (Surga) dan bisa melihat Wajah Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ
…Barangsiapa yang dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga maka sungguh ia telah beruntung… (Q.S Ali Imran:186)
Seorang yang sengsara di dunia (miskin, tidak punya kerabat, dicemooh orang, sering sakit-sakitan), tapi ia termasuk ahli surga, maka ia sangat beruntung. Disebutkan dalam hadits bahwa nanti pada hari kiamat didatangkan seorang calon penduduk surga yang di dunia termasuk orang yang paling sengsara. Kemudian orang ini dicelupkan satu kali celupan ke dalam surga. Selanjutnya, ia ditanya: Apakah engkau pernah merasakan penderitaan sebelum ini? Ia menjawab: Tidak, wahai Tuhanku. Aku tidak pernah merasakan penderitaan sekejap pun.
Sebaliknya, didatangkan seorang yang dulunya terhitung paling sejahtera di dunia (harta berlimpah, punya kedudukan dan banyak pembantu/bawahan, banyak bermewah-mewah, sehat wal afiat, umur panjang), namun ia termasuk calon penghuni neraka. Kemudian dicelupkan ke neraka satu kali celupan. Selanjutnya ia ditanya: Apakah engkau pernah merasakan kenikmatan sebelum ini? Ia menjawab: Tidak sama sekali. Aku tidak pernah merasakan kenikmatan sedikitpun (hadits riwayat Muslim)
Sepanjang-panjangnya umur manusia, di akherat ia akan merasakan bahwa masa hidup di dunia sangat singkat.
قَالَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الْأَرْضِ عَدَدَ سِنِينَ (112) قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ الْعَادِّينَ (113) قَالَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (114)
Allah bertanya: Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi? Mereka menjawab: Kami tinggal(di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung. Allah berfirman: Kamu tidaklah tinggal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui (Q.S al-Mukminuun: 112-115)
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ كَأَنْ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنَ النَّهَارِ
Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) kecuali hanya sekedar sesaat saja di siang hari (Q.S Yunus:45)
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا
Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore hari atau pagi hari (Q.S anNaazi’aat: 46)
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ
Pada hari itu mereka melihat hari yang dijanjikan (hari kiamat) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam di dunia kecuali sekedar sesaat saja di siang hari (Q.S alAhqaaf:35)
(dikutip dari buku ‘Sukses Dunia Akhirat dengan Istighfar dan Taubat karya Abu Utsman Kharisman hal 33-36)

[ISLAM] Pentingnya Menjaga Hubungan dan Saling Mengunjungi di Masa Fitnah

📝 asy-Syaikh Muhammad bin bin Hady Al-Madkhaly hafizhahullah:
“Wahai segenap ikhwah, sesungguhnya saling berjumpa dan saling mengunjungi diantara ikhwah secara umum dan diantara para penuntut ilmu para pengikut manhaj yang benar memiliki berbagai faedah yang banyak, ditambah dengan apa yang baru saja kami sebutkan berupa pahala khusus yang akan dirasakan pada agamanya.”
➡ Diantara faedah-faedah ini adalah:
# Keakraban dan ikatan yang kuat.
Nabi shallallahu alaihi was sallam bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Sesungguhnya seorang mu’min terhadap mu’min yang lainnya seperti bangunan yang sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” [1]
Jadi sering bertemu dengan ikhwah akan menjadikan dirimu mengenal mereka dan mereka juga mengenal dirimu, sehingga engkau mengetahui keadaan mereka dan mereka juga mengetahui keadaanmu. Apa yang engkau butuhkan maka mereka bisa membantumu dan apa yang mereka butuhkan engkau bisa membantu mereka.
Masing-masing bisa membantu saudaranya, merasakan kebutuhannya, mengetahui keadaan yang sakit, mengetahui keadaan yang lemah, mengetahui keadaan yang memiliki kebutuhan, mengetahui siapa yang sedang tertimpa musibah, mengetahui keadaan orang yang lemah agamanya, mengetahui keadaan orang yang lemah keistiqamahan akhlaknya, mengetahui keadaan orang yang lemah amalnya, dan seterusnya.
Jadi sebagian ikhwah akan menjadi kuat dengan sebagian yang lain disebabkan saling mengunjungi ini. Yang kuat akan mendorong yang lemah, yang di depan akan menunggu yang datang belakangan, dan yang di belakang bisa jadi dia sendiri akan bangkit semangatnya ketika dia melihat saudara-saudaranya hampir-hampir meninggalkannya, sehingga dia terlecut semangatnya. Ini termasuk keistimewaan dari saling berkunjung.
# Diantara keistimewaannya juga adalah saling menyayangi.
Sebagaimana yang telah kita ketahui semua bahwasanya permisalan orang-orang yang beriman:
فِي تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى عُضْوًا تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.
“Dalam hal saling menyayangi dan saling mencintai, mereka seperti satu badan, jika salah satu anggota badan mengeluh karena sakit, maka seluruh badan akan ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan mengalami demam.”  [2]
Jadi dia akan ikut merasa sedih karena kesedihan yang menimpa saudaranya, merasa letih karena keletihan yang menimpa saudaranya, merasa ikut sakit karena sakit yang dirasakan oleh saudaranya, dan dia akan memiliki perhatian terhadap kebutuhan saudaranya, sehingga dari sisi ini dia akan berdiri bersama saudaranya sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan penderitaannya. Tanpa semua itu tentu seseorang tidak akan mengetahui keadaan saudara-saudaranya. Jadi menjaga hubungan memiliki buah yang banyak dan besar, dan ini termasuk yang paling pentingnya.
# Menjaga ukhuwwah (persaudaraan) diantara mereka.
Karena para penuntut ilmu dan para dai yang mendakwahkan agama Allah Jalla wa Ala mereka di atas manhaj yang benar. Mereka adalah para penjaga dan para dai. Penjaga harta modal dan orang-orang yang mengajak untuk memasukkan keuntungan ke dalam modal tersebut. Jadi mereka adalah penjaga modal yang telah mereka dapatkan dan mereka adalah anak-anak dakwah ini yang tumbuh dan terdidik dalam dakwah. Mereka inilah yang esok hari ditunggu dari mereka agar mereka menjadi para dai dan pengajar.
Jadi mereka ini ketika sebagian mereka saling mengunjungi sebagian mereka kepada sebagian yang lainnya maka sebagian mereka akan menjaga sebagian yang lain. Permisalan bagi hal tersebut telah dibuatkan untuk kita oleh pemimpin para makhluk shallallahu alaihi was sallam dengan hewan yang paling lemah di hadapan musuhnya yang paling buas dan paling jahat. Yaitu domba yang merupakan hewan paling lemah di hadapan serigala. [3]
Sifat serigala adalah dia tidak akan mendatangi domba yang sedang bersama kelompoknya, tetapi dia hanya akan mendatangi domba yang tersesat dan tercecer dari rombongannya, atau yang tertinggal paling belakang yang hampir-hampir dianggap menyendiri atau keluar dari rombongannya. Ketika itu serigala akan dengan mudah menerkamnya. Seandainya serigala tersebut menerkam seekor domba di tengah-tengah gerombolannya yang banyak, bisa jadi dia akan ditanduk oleh domba-domba yang banyak itu.
Hal ini seperti pepatah yang mengatakan:
الْكَثْرَةُ تَغْلِبُ الشَّجَاعَةَ.
“Jumlah yang banyak bisa mengalahkan keberanian.”
Walaupun domba tersebut lemah, namun dengan teman-temannya yang banyak dia bisa menjadi kuat. Maka demikian juga seorang muslim dia akan lemah jika mengandalkan dirinya sendiri, namun akan kuat dengan bantuan saudara-saudaranya. Dan seorang hamba tidak akan mengklaim dirinya memiliki kesempurnaan, tidak akan mengklaim dirinya ma’shum, dan tidak pula dirinya merasa aman dari fitnah. Dia tidak merasa sempurna karena barangsiapa mengklaimnya maka dia dusta, tidak pula merasa ma’shum karena barangsiapa mengklaimnya maka dia kafir, dan juga dia tidak merasa tidak akan terkena fitnah atau tidak akan didatangi oleh fitnah.
Jadi jika perkaranya demikian, maka dia membutuhkan saudara-saudaranya, dan kebutuhannya kepada saudara-saudaranya dalam urusan agamanya lebih penting dibandingkan kebutuhannya kepada mereka dalam urusan dinar dan dirham. Hal itu karena saudara-saudaramu merekalah yang akan meluruskanmu, membantumu, mengokohkanmu, dan juga menyempurnakanmu.
Jika mereka melihat kekurangan pada dirimu, mereka akan mendorongmu untuk meraih kesempurnaan dan menutupi kekurangan tersebut. Jika mereka melihat kesalahan pada dirimu maka mereka yang akan menunjukkan mana yang benar dan meluruskannya. Jika mereka melihat kelemahan pada dirimu maka mereka akan membantumu, jika mereka melihat kekurangan pada dirimu maka mereka akan menutupimu dan mengembalikan dirimu kepada kebenaran dan jalan yang lurus.
Mereka inilah saudara yang sebenarnya. Seorang saudara yang suka memberi nasehat dialah yang kedudukannya bagi dirimu seperti kedudukan ruh, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Khathib (Al-Baghdady) dalam kitab Al-Mihrawaniyat dan Ibnu Abdi Rabbih dalam kitab Al-Aqd:
هُمُوْمُ أُنَاْسٍ فِيْ فُنُوْنٍ كَثِيْرَة وَهَمِّيْ فِي الدُّنْيَا صَدِيْقٌ مُسَاعِدُ
نَكُوْنُ كرُوْحٍ بَيْنَ شَخْصَيْنِ قُسِّما فَجِسْمَاْهُمَاْ جِسْمَاْنِ وَالرُّوْحُ وَاْحِد
Kesedihan manusia muncul pada banyak perkara
Sedangkan kesedihanku di dunia adalah teman yang membantu
Kami seperti satu ruh yang dibagi untuk dua jasad
Jasad keduanya memang dua tetapi ruhnya hanya satu
Dia inilah saudaramu yang sebenarnya. Kesedihan manusia pada banyak perkara dunia, tetapi kesedihan orang ini apa? Saudara, teman, dan yang membantunya. Ruhnya seperti ruhmu, jiwanya adalah jiwamu, dirinya adalah dirimu, keinginannya adalah keinginanmu, apa yang dia hadapi adalah apa yang sedang engkau hadapi. Kami seperti satu ruh yang dibagi untuk dua jasad, jasad keduanya memang dua tetapi ruhnya hanya satu. Mereka itulah saudara-saudara yang jujur.
Hanya saja persaudaraan yang jujur ini –ya ikhwati- tidak akan terwujud kecuali dengan saling menjaga ikatan, tidak akan terwujud kecuali dengan saling memperhatikan, tidak akan terwujud kecuali dengan selalu menanyakan, tidak akan terwujud kecuali dengan saling bertemu, dan tidak akan mungkin terwujud kecuali dengan hal-hal yang telah kita sebutkan berupa mengerahkan upaya nasehat, mengingatkan, meluruskan, mengarahkan, berusaha menutupi kesalahan pihak yang salah jika kesalahan tersebut hanya diketahui oleh dia dan saudaranya itu atau kesalahannya tersebut tidak menyebar, kemudian berusaha mengembalikannya ke jalan yang benar, demikianlah caranya. Karena sesungguhnya engkau adalah seorang dai, dan seorang dai perhatiannya yang terbesar adalah menyayangi manusia dan berusaha memberikan hidayah bagi mereka.
Oleh karena itulah Allah Jalla wa Ala mensifati Rasul-Nya dengan firman-Nya:
بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ.
“Penuh cinta dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah: 128)
Jadi wajib atas seorang hamba untuk bersikap cinta dan penyayang kepada saudara-saudaranya, lembut dalam bergaul dengan mereka dan pemurah. Sifat-sifat ini semuanya tidak akan mungkin terwujud tanpa ikatan, tanpa jalinan, tanpa perjumpaan, tanpa saling mengunjungi, dan tanpa saling menjaga. Tidak mungkin terwujud tanpa ini semua, sehingga semua ini harus dilakukan.
# Termasuk dari buahnya yang terbesar di samping apa yang telah kita sebutkan adalah menutup celah bagi musuh tersembunyi yaitu syetan yang terkutuk dan para pengikutnya dari kalangan manusiayang Allah ceritakan tentang mereka:
شَيَاطِيْنَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِيْ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوْهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُوْنَ وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِالْآَخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوْا مَا هُمْ مُقْتَرِفُوْنَ.
“Yaitu syetan-syetan dari jenis manusia dan dari jenis jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia. Seandainya Rabbmu menghendaki niscaya mereka tidak akan mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan itu. Dan juga agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu dan merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 112-113)
Jadi di sana terdapat syetan-syetan dari kalangan manusia yang sekarang ini mereka membidik anak-anak dakwah Salafiyah yang mereka ini merupakan tentara yang dengan mereka Allah menjaga sunnah Nabi-Nya shallallahu alaihi was sallam. Anak-anak dakwah Salafiyah adalah tentaranya, sedangkan para ulama dakwah Salafiyah adalah para pemimpinnya, dan tentara itu ada di setiap zaman dan tempat. Musuh-musuh dakwah Salafiyah memahami betul hal itu di setiap tempat, sehingga wahai segenap ikhwah –dan saya kira perkara ini tidak tersamar atas banyak dari kalian– mereka pun bersatu di akhir-akhir ini dan mereka mengadakan berbagai pertemuan dan mereka melebur menjadi satu wadah. Hal ini tidak aneh atas mereka sejak zaman dulu. Hanya saja di akhir-akhir ini mereka semua bersatu dengan berbagai latar belakang kelompok dan bid’ah mereka baik yang besar maupun yang kecil. Mereka bersatu untuk menghadapi musuh yang satu yaitu para pemikul manhaj Salaf, para dai yang menyerukan manhaj Salaf, dan para ulama manhaj Salaf.
Dan sangat disayangkan –saya katakan dengan penuh kepahitan dan juga dengan tegas– kita dalam keadaan lemah dan ada sikap meremehkan yang muncul dari kita disebabkan kelemahan kita dan baik sangka kita terhadap diri kita, sehingga tidak sepantasnya bagi seorang muslim untuk merasa dirinya aman dari fitnah, karena Ibrahim alaihis shalatu was salam yang merupakan ayah dari para nabi dan beliau adalah seorang yang ma’shum, walaupun demikian beliau masih berdoa:
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ.
“Dan jauhkanlah diriku serta anak-anakku agar jangan sampai kami menyembah berhala.” (QS. Ibrahim: 35)
Jadi beliau memohon kepada Rabbnya agar menjaga beliau dari menyembah berhala, padahal beliau adalah seorang nabi yang tentunya ma’shum. Maka bagaimana kiranya dengan orang-orang yang kedudukannya di bawah beliau?! Bagaimanakah kiranya dengan orang-orang yang tidak ma’shum.
Ibrahim At-Taimy sebagaimana yang kalian ketahui pernah mengatakan:
فَمَنْ يَأْمَنُ الْبَلَاءَ بَعْدَ إِبْرَاهِيْمَ.
“Siapa yang dirinya merasa aman dari bala’ (fitnah dan kesesatan –pent) setelah Ibrahim.”
Footnote:
[1] HR. Al-Bukhary no. 459 dan Muslim no. 4684.
[2] HR. Al-Bukhary no. 5552 dan Muslim no. 4685.
[3] Shahih Abu Dawud no. 547 dan Shahih An-Nasa’iy no. 847.
Sumber artikel:
http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=119887
Alih bahasa: Abu Almass
Selasa, 5 Sya’ban 1435 H
forumsalafy.net dan salafy.or.id
=====*****=====
Publikasi:
WA Salafy Solo
2 Oktober 2015

[ISLAM] Hati-Hati Dari Doa Orang Terdzhalimi


Berkaitan hadits bahwa mustajabah doa pihak yang terdzalimi. Apakah doa yang dipanjatkan oleh orang tersebut berhubungan langsung dengan kedzhaliman yang menimpanya semata ataukah doa apapun yang ia panjatkan. Apakah makna “tiada hijab” atas doa tersebut dari Allah adalah maqbul
Jawaban:
Yang nampak adalah bahwa doa orang terdzhalimi mustajabah untuk hal yang terkait kedzhaliman. Jika ia mendoakan keburukan bagi pihak yang mendzhaliminya sebagai balasan, maka inilah yang dikhawatirkan akan menimpa orang yang mendzhaliminya.
Karena itu, Nabi memperingatkan kepada kita dari sikap kedzhaliman kepada pihak manapun, selain karena nanti di akhirat akan mengakibatkan kegelapan dan kerugian-kerugian lain, juga di dunia bisa jadi akan disegerakan akibat buruk jika pihak yang mendzhalimi mendoakan dia.
Saat mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, Nabi memperingatkan kepada Muadz kalau mengambil zakat dari mereka, jangan ambil harta yang terbaik yang mereka sangat senangi. Karena itu adalah kedzhaliman. Semestinya harta zakat yang diambil adalah harta yang kualitasnya pertengahan, tidak sangat baik dan juga tidak buruk. Kalau Muadz mengambil harta yang terbaik dalam keadaan orangnya tidak rela, maka orang itu telah terdzhalimi, hati-hati dari doa orang yang terdzhalimi semacam ini.
فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
Jauhilah harta-harta terbaik mereka, dan berhati-hatilah dari doanya orang terdzhalimi karena tidak ada hijab dengan Allah (H.R al-Bukhari)
Nabi juga memperingatkan jangan sampai mendzhalimi pihak siapapun meskipun orang itu fajir (banyak berbuat dosa) atau bahkan kafir:
دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ مُسْتَجَابَةٌ وَإِنْ كَانَ فَاجِرًا فَفُجُورُهُ عَلَى نَفْسِهِ
Doa orang yang terdzhalimi mustajabah meskipun dia fajir, kefajirannya untuk dirinya sendiri (H.R Ahmad dari Abu Hurairah, dinyatakan sanadnya hasan oleh al-Mundziri dan dinyatakan hasan li ghoirihi oleh al-Albany)
اتَّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ وَإِنْ كَانَ كَافِرًا فَإِنَّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِجَابٌ
Hati-hatilah dari doa orang yang terdzhalimi, meskipun dia kafir. Karena tidak ada hijab (H.R Ahmad, dihasankan al-Albaniy dalam Silsilah as-Shahihah).
Telah dipahami dari hadits yang lain bahwa orang yang banyak diliputi oleh sesuatu yang haram, doanya sulit diterima. Tapi khusus jika ia berdoa terkait kedzhaliman yang diterimanya, ini akan mustajabah (besar peluangnya untuk dikabulkan). Orang kafir, jika ia berdoa minta kebaikan di akhirat, tidak akan diterima oleh Allah. Tapi kalau ia mendoakan keburukan bagi pihak yang mendzhaliminya, besar peluangnya untuk dikabulkan.
Bisa saja doa terhadap kedzhaliman itu tidak dikabulkan segera, tapi butuh waktu yang lama, namun Allah tidak melupakannya.
وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ تُحْمَلُ عَلَى الْغَمَامِ ، وَتُفْتَحُ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ ، وَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ : وَعِزَّتِي ، لأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ
Dan doa orang yang terdzhalimi dibawa di atas awan, dibuka untuknya pintu-pintu langit, arRabb (Tuhan) Azza Wa Jalla berkata: Demi KemulyaanKu, sungguh-sungguh Aku akan menolongmu, walaupun setelah masa waktu (yang lama)(H.R Ahmad, atThoyalisiy, dan lainnya, dishahihkan Ibn Hibban, dan dihasankan al-Albany dalam Silsilah as-Shahihah)
Al-Imam as-Suyuthiy menjelaskan bahwa maksud “tidak ada hijab/penghalang” itu artinya maqbul (diterima). Sedangkan Ibnul ‘Arobiy menjelaskan bahwa meski dalam hadits-hadits tersebut tersebutkan secara mutlak, namun sebenarnya muqoyyad (terikat) dengan keadaan yang disebutkan dalam hadits yang lain, bahwa orang yang berdoa ada 3 kemungkinan: Pertama: disegerakan terkabulnya, kedua: ditunda pelaksanaannya, ketiga: dengan sebab doa itu ia (orang yang berdoa) terhindar dari keburukan yang semisal (sebanding)((Syarhus Suyuuthiy li sunan anNasaai (5/4)).
Wallaahu A’lam.

[ISLAM] Cara Tayamum Sesuai Sunnah

Cara Tayamum Yang Benar

Bismillah ... Alhamdulillah, allahumma sholli ‘ala Muhammad wa a’la aalihi wa shohbihi wa sallam.
 
Bagaimana tata cara tayamum yang benar dan sesuai tuntunan Rasul kita shallallahu 'alaihi wa sallam. Sekarang kita lihat ulasan mengenai tata cara tayamum. Moga bermanfaat bagi remaja sekalian.

Mengenai tata cara tayamum sudah dijelaskan dengan amat jelas oleh Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam.

Tata cara tayamum yang shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah:
  1. Menetup telapak tangan ke sho’id (contoh: debu) sekali tepukan.
  2. Meniup kedua tangan tersebut.
  3. Mengusap wajah sekali.
  4. Mengusap punggung telapak tangan sekali.
Dalil pendukung dari tata cara di atas dapat dilihat dalam hadits ‘Ammar bin Yasir berikut ini.
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّى أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبِ الْمَاءَ . فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِى سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ ، وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ ، فَذَكَرْتُ لِلنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ ، وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ

Ada seseorang mendatangi ‘Umar bin Al Khottob, ia berkata, “Aku junub dan tidak bisa menggunakan air.” ‘Ammar bin Yasir lalu berkata pada ‘Umar bin Khottob mengenai kejadian ia dahulu, “Aku dahulu berada dalam safar. Aku dan engkau sama-sama tidak boleh shalat. Adapun aku kala itu mengguling-gulingkan badanku ke tanah, lalu aku shalat. Aku pun menyebutkan tindakanku tadi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau bersabda, “Cukup bagimu melakukan seperti ini.” Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dengan menepuk kedua telapak tangannya ke tanah, lalu beliau tiup kedua telapak tersebut, kemudian beliau mengusap wajah dan kedua telapak tangannya. (HR. Bukhari no. 338 dan Muslim no. 368)

Dalam riwayat Muslim disebutkan,
ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ الأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً ثُمَّ مَسَحَ الشِّمَالَ عَلَى الْيَمِينِ وَظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ

“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menepuk kedua telapak tangannya ke tanah dengan sekali tepukan, kemudian beliau usap tangan kiri atas tangan kanan, lalu beliau usap punggung kedua telapak tangannya, dan mengusap wajahnya.”

Namun dalam riwayat Muslim ini didahulukan mengusap punggung telapak tangan, lalu wajah. Ini menunjukkan bahwa urutan antara wajah dan kedua telapak tangan tidak dipersyaratkan mesti berurutan.

Hadits ‘Ammar di atas menunjukkan tayamum cukup sekali tepukan untuk wajah dan telapak tangan. Jadi kurang tepat dilakukan dengan cara satu tepukan untuk wajah dan satu lagi untuk telapak tangan hingga siku. Mengapa dinyatakan kurang tepat?
  1. Hadits yang membicarakan dua kali tepukan dan mengusap tangan hingga siku berasal dari hadits yang dho’if, tidak ada hadits marfu’ sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Dalam ayat dan hadits hanya dimutlakkan telapak tangan, sehingga tidak mencakup bagian telapak hingga siku. Ibnu ‘Abbas berdalil bahwa bagian tangan yang dipotong bagi pencuri adalah hanya telapak tangan. Beliau berdalil dengan ayat tayamum. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1: 203)
Semakin kita berpedomanpada dalil, itulah yang lebih selamat. Hanya Allah yang memberi taufik.

@  Ummul Hamam, Riyadh KSA, 7 Muharram 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com